September 2014

Rabu, 10 September 2014

SUSAHNYA FRESH GRADUATE...

mau cari kerja yang mapan? gajinya gede? tapi fresh graduate?
ini aku banget, setelah 4 tahun jatuh bangun berjuang di bangku kuliah, akhirnya saat yang dinanti datang juga yaitu WISUDA *semangat*..
yang terfikir saat wisuda adalah seneng lihat keluarga kita seneng, tapi terlintas dipikiranku apakah abis ini aku bisa bikin keluargaku seseneng ini dari pekerjaanku?

ini yang bikin aku pusiiiing!
sebagai fresh graduate yang minim pengalaman dunia kerja tentunya kita ga boleh pilih2 dalam nglamar kerjaan, minder pernah ku rasain sih pas awal2 hehehehh tp dengan bekal pengetahuan yg baik dari bangku kuliah itulah senjata yang kumiliki saat jadi fresh graduate untuk mencari pekerajaan.

well to the well well well..
seribu cara dilakukan untuk mencari lowongan pekerjaan, dari yang minta dicariin kerja sama saudara lah, cari lowongan di dunia maya lah, atau ikut job fair? itu semua dah gue lakuin *pegalaman*. tapi hati2 buat yang nglamar kerja lewat loker di dumay, hati2 kalau ada konfirmasi interview yang mewajibkan kamu buat booked tiket lewat agent yang ditentukan itu biasanya BOHONG!

nah loh..!
iya, lowongan kerja yang abal2 biasanya akan mengirim sms dan email, meminta pelamar kerjanya untuk konfirmasi kedatangan melalui sms. Biasanya nih yaa.... pelamar diminta datang interview dengan catatan wajib booked tiket pesawat melalui agent travel yang NGAKUnya udah kerjasama sama si perusahaan. jangan percaya ya pemirsa kalau ada loker yang kaya gitu. itu PENIPUAN!!!

Perusahaan biasanya tidak akan memungut biaya apapun dalam tahap seleksi calon pekerja, perusahaan resmi juga tidak kerjasama dengan Agent Travel manapun. jadi untuk amannya mending periksa dulu deh email panggilan interview yang kamu dapet itu dari alamat email resmi perusahaan itu atau tidak, browsing2 aja dulu di internet apa alamat email resmi dari perusahaan yang kamu lamar.

well...
sebaiknya kamu cari kerja melalui informasi dari orang yang sudah kamu percaya, selain itu kamu juga bisa coba2 nglamar kerja di Job Fiar di kotamu, itu lebih Save!

Good luck.. jadi fresh graduate mesti banyak2 cari informasi kerja supaya ga kena tipu dan sukses berkarir!
-
thank you

Makalah Indoor Air Quality

INDOOR AIR QUALITY

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapatberasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebutmerupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapatdisebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak daripencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan. Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping memberikan dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.
Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi tahun 1990 dan 10 kali pada tahun 2020. Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai ambang batas/standar kualitas udara.
Udara, sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur, virus, dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih berada dalam batas-batas tertentu masih dapat dinetralisasi, tetapi jika sudah melampaui ambang batas maka proses netralisasi akan terganggu. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam udara tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas manusia.
Udara dapat dikelompokkan menjadi, udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan (Susanna, 1998 ). Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan (Chandra, 1992) . Di Amerika, isu polusi udara dalam ruang ini mencuat ketika EPA pada tahun 1989 mengumumkan studi polusi udara dalam ruangan lebih berat daripada di luar ruangan. Polusi jenis ini bahkan bisa menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10 milyar (www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html. 2007). 
B. RUMUSAN MASALAH
1. Definisi dari kualitas udara di dalam ruangan?
2. Elemen – elemen apa aja yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan?
3. Apa aja parameter kualitas udara dalam ruangan?
4. Bagaimana cara pengendalian kualitas udara dalam ruangan?

C. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari kualitas udara di dalam ruangan.
2. Mahasiswa mampu memahami elemen – elemen yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tentang parameter kulaitas udara dalam ruangan.
4. Mahasiswa mampu memahami dan meimplementasikan cara pengendalian kualitas udara dalam ruangan.


                                                                            BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI UDARA DALAM RUAGAN
Menurut NHMRC (1989,1993), udara dalam ruangan adalalah udara didalam area kerja dimana orang menghabiskan waktu selama 1 hari atau lebih dan bukan merupakan gedung industri. Yang termasuk area tersebut antara lain tempat penghuni (rumah(, kantor, rumag dan rumah sakit. Sedangkan pengertian kualitas udara dalam ruangan menurut EPA (1991) adalah hasil interaksi antara tempat, suhu, sistem gedung (baik desain asi maupun modifikasi terhadap struktur dan sistem mekanik), teknik kontruksi, sumber kontaminan (material, peralatan gedung serta sumber dari luar) dan pekerja.

B.ELEMEN – ELEMEN YANG MEMPENGARUHI KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN
Terdapat empat elemen yang mempengaruhi kualitas dalam ruangan menurut EPA & NIOSH (1991) dan Pudjiastuti (1998) yaitu sumber kontaminan udara dalam ruangan sistem HVAC (fungsi sistem HVAC dalam mengendalikan kontaminan udara dan kenyamanan thermal pengguna gedung), jalur kontaminan, dan pengguna gedung (keaneragaman penghuni bangunan).
1. Sumber Kontaminan Udara Dalam Ruangan 
Berikut adalah beberapa  sumber kontaminan dalam udara menurut EPA (1991) :
a. Sumber dari luar bangunan yang terdiri dari :
1) Udara luar bangunan yang terkontaminasi debu, spons jamur, kontaminasi industri dan gas buangan kendaraan.
2) Emisi dari sumber di sekitar bangunan seperti gas buangan dari kendaraan pada area sekitar atau area parkir, temapt bingkar muat barang, bau dari tempat pembuangan sampah, udara buangan yang berasal dari gedung itu senduru atau gedung sebelahnya yang dimasukkan kembali, kotoran disekitar intake  udara luar bangunan.
3) Soil gas seperti radon, kebocoran gas dari bahan yang disimpan di bawah tanah, kontaminan yang berasal dari penggunaan lahan sebelumnya dan pestisida.
4) Kelembaban atau rembesan air yang memicu perkembangan mikroba.
b. Peralatan, yang terdiri dari :
1) Peralatan HVAC seperti debu atau kotoran pada saluran atau komponen lain, pertumbuhan mikroba pada humidifier, saluran, coil, penggunaan biosida, penggunaan produk pembersih yang tidak sesuai ketentuan, sistem ventilasi yang kurang baik, alat pendingin (refrigerator) yang bocor.
2) Peralatan non-HVAC seperti emisi peralatan kantor (VOCs, ozon), suplai )pelarut, toner, ammonia), emisi dari toko, laboratorium, proses pembersihan, mesin penggerak elevator dan sistem mekanik lainya.
c. Kegiatan manusia, yang terdiri dari :
1) Kegiatan personal seperti merokok, memasak, aroma kosmetik, dan bau badan
2) Kegiatan housekeeping seperti bahan pembersih, emisi dari gudang penyimpanan bahan suplai atau sampah, penggunaan pengharum, debu atau kotoran dari menyapu 
3) Kegiatan pemeliharaan seperti mokroorganisme dalam uap air akibat kurangnya pemeliharaan colling tower, debu atau kotoran udara, VOCs dari penggunaan perekat dan cat, pestisida dari kegiatan pengendalian hama, emisi dari gudang penyimpanan.
d. Komponen bangunan dan peralatan interior, yang terdiri dari :
1) lokasi yang menghasilkan debu atau serat seperti permukaan yang dilapisi (penggunaan karpet, tirai, dan bahan tekstil lainnya), peralatan interior yang sudah tua dan rusak bahan yang mengandung asbestos
2) Bahan kimia dari komponen bangunan atau peralatan interior seperti VOCs dan senyawa anorganik.
e. Sumber lainnya, yang terdiri dari :
1) Kejadian kecelakaan seperti tumpahan cairan, pertumbuhan mikroba akibat banjir, kebocoran atap pipa, kerusakan akibat kebakaran
2) Penggunaan area secara khusus seperti area asap merokok, ruang print, laboratorium, penyiapan makanan
3) Redecorating, remodeling, repair activities seperti emisi dari peraltan interior yang baru, bau dari uap organik maupun anorganik dari cat atau bahan perekat.
2. Desain dan Pengoperasian Sistem HVAC
Sistem HVAC merupakan sistem alat yang bekerja untuk menghangatkan, mengdinginkan, dan mensirkulasi udara pada suatu banguan yang terdiri dari boiler  atau  furnace, coolling tower, chilling, air handling unit (AHU), exhaust fan, ductwork, steam, filter, fans (supply udara, make up-air, exhaust ruangan), dampers, room air diffuser, dan return air grills. Komponen sistem HVAC pada umumnya terdiri dari pemasukan udara dari luar ruangan, pencampuran air plenum dengan kontrol udara outdoor, penyaringan udara, pemanasan dan gulungan pendingin, proses pelembaban dan tau pengurangan kelembaban.
Berdasarkan Building Code of Australia (2005( dan EPA (1991), suatu desain dan sistem HVAC berfungsi untuk :
1) Memenuhi kebutuhan thermal compfort 
Sejumlah variabel seperti tingkat aktifitas, pemerataan suhu, peningkatan atau pengurangan panas radiasi, dan kelembaban dapat berinteraksi dan mempengaruhi kenyamanan para pengguan gedung akan suhu udara indoor. Faktor individu yang juga terlibat dalam pemerimaan thermal compfort atau kenyamanan termal antara lain tingkat usia, aktifitas, dan fisiologi dari masing – masing orang.
2) Memenuhi kebutuhan pengguna gedung
Sebagian besar Air Handling Unit (AHU) bekerja untuk mendistribusikan campuran udara luar dengan udara dalam ruangan yang diresirkulasi. Ada juga sistem HVAC yang menggunakan 100% udara luar atau hanya mensirkulasikan udara dalam ruangan saja. Kenyamanan thermal dan kebutuhan ventilasi dicapai dengan mensuplai udara yang telah dikondisikan (campuran udara luar dengan udara yang telah diresirkulasikan dari dalam ruangan yang telah di saring, dipanaskan atau didinginkan, atau terkadang dilembabkan serta dikurangi kelembabannya)
3) Mengisolasi serta memindahkan bau serta kontaminan
Salah satu teknik pengendalian bau dan kontaminan adalah dengan teknik dilusi, yaitu mengencerkan idara terkontminasi tersebuut dengan udara yang berasal dari luar ruangan. Dilusi dapat efektif bila terdapat aliran suplai udara konsisten dan cukup untuk mencampur dengan udara dalam ruangan. 

C. PARAMETER KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN 
1) Parameter Fisik
a) Particulate Matter 
Debu partikulat merupakan salah satu polutan  yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara ( suspended particulate matter/spm) dengan ukuran satu mikron samapai dengan 500 mikron.Dalam kasus pecemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indor dan outdoor pollutan) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.Partikel debu akan ada di udara dalam waktu yang relatif lama dengan keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan.Selain dapat  membahayakan terhadap kesehatan juga dapat menggangu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda.(Pudjiastuti al.1998; Farmer 1997)
b) Suhu
Definisi suhu yang nyaman (thermal comfort) menurut ASHRAE adalah suatu kondisi yang dirasakan dan menunjukkan kepuasam terhadap suhu yang ada di lingkungan.Untuk pekerja kantor dimana  pekerjaan yang berulang-ulang selama beberapa jam,aktivitas personal,pakaian,tingkat kebugaran,dan pergerakan  udara merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap kenyamanan suhu.Sedangkan kelembapan aktif juga turut  berpengaruh terhadap suhu dimana kelembaban yang rendah akan membuat suhu semakin dingin dan begitu juga sebaliknya.(BiNardi 2003)
Hasil dar Northen European Studies bahwa ada hubungan antara peningkatan temperatur sekitar 230c,kepadatan penghuni dan ventilasi terhadap gejala-gejala ketidak nyamanan dalam ruangan.Menurut Kepmenkes No.1405 tahun 2002,agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan ,bila suhu > 280c perlu menggunakan alat penetralan udara seperti Air Conditioner (AC),kipas angin.Bila suhu udara luar <180c perlu menggunakan alat pemanasan ruang.
c) Kelembaban Relatif (Relative Humadity /RH)
Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya kualitas udara .RH yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya gejala SBS seperti iritasi mata,iritasi tenggorokan dan batuk-batuk .Selain itu rendahnya kelembaban relatif juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi ,serta penyakit asthma.RH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme.Beberapa jenis virus hidup pada tingkat kelembababan yang sedang.Sedangkan bakteri seperti legionella hidup pada range kelembaban yang terbatas yaitu sekitar 55%-65% dan bertahan dalam bentuk aerosol ( bioaerosol).Selain itu kelangsungan hidup mikroorganisme dan debu rumah yang terdapat pada permukaan akan meningkat pada RH 60 % dan dapat menyebabakan gangguan pernafasan seperti astma.Pada tingkat  kelembaban yang rendah ,permukaan yang menjadi dingin dapat mempercepatan pertumbuhan jamur dan penggumpulan debu.(BiNardi 2003)
Menurut SK Gubernur No.54 tahun 2008 tahun 2002,agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan ,bila kelembaban udara ruang . 60 % perlu menggunakan alat dehumidifier,dan bila < 40 % perlu menggunakan humidifer misalnya mesin pembentikan aerasol.
d) Pencahayaan
Cahaya merupakan pencaran gelombang elektromagnetik yang melayang melewati udara,iluminasi mrupakan jumlah atau kualitas cahaya yang jatuh kesuatu permukaan.Apabila suatu gedung tingkat ilmunasinya tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan kelelahan mata. ( Spengler et al.2000)
e) Kecepatan Aliran Udara
Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan menurunnya suhu tubuh dan menyebabkan tubuh mersakan suhu yang yang lebih rendah.Namun apabila kecepatan aliran udara stagnan ( minimal air movement) dapat membuat terasa sesak dan buruknya kualiatas udara ( BiNardi 2003)
f) Bau
Bau merupakana salah satu permsalaha buruknya kualitas udara yang dapat dirasakan dengan jelas.jenis bau dapat berasal dari tubuh manusia,bau asap rokok,bau masakan,dan sebagainya.Selain itu bau zat kimia yang khas juga dapat mengindikasikan konsentrasi zat kimia yang tinggi seperyti bau formaldehyde,acrolein,formid acid,acetic,acid dan acetone.Untuk polutan lain,nilai ambang bau yang baik adalah apabila pada konsentrasi tertentu menimbulkan gangguan kesehatan serta mempengaruhi psikologis seseorang.(BiNardi 2003)
g)  Kebisingan 
Menurut Kepmen No.48 tahun 1996,kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan ganguan kesehatan manusia dan kenyamanan limgkungan .Kebisingan dapat berasal dari mesin-mesin industri ,alat perkantoran yang menimbulkan bunyi yang cukup tinggi dan lain-lain.


2) Parameter Biologi 
Mikrooragbisme dapat muncul dalam waktu dan tempat yang berbeda.penyebaran lewat udara, mikroorganisme harus mempunyai habitt untuk tumbuh dan berkembang biak (tillman, 2007). Seringkali ditemui tumbuh pada sistem ventilaasi atau karpet yang terkontaminasi.
a) Jamur 
Menurut Hargreaves dan Parappukkaran (1999) menyatakan bahwa pajajan terhadap khamir dan kapang terjadi setiap hari, namun ada 3 faktor yang mempengaruhi populasi fungi adalah teknik konstruksi yang buruk, kegagalan dalam mengidentifikasi atau memperbaiki kerusakan air, kesalahan dalam mengoperasikan dan menjaga sistem AC.
ACGIH 1989 merekomendasikan inspeksi secara rutin bagi sumber yang berpotensi terhadap tumbuhnya mikroorganisme. Fungi merupakan organnisme yang dipercaya memiliki keterkaitan erat dengan SBS pada sistem ventilasi mekanik di gedung perkantoran di kota Sydney. Dalam penelitian sampel udara untuk mengetahui kandungan mikroorganisme dalam suatu gedung, dibutuhkan metode yang terstandarisasi. Rekomendasi yang terbaik bagi gedung adalah tidak ada satupun sampel yang melebihi 1000 CFU, tidak lebih dari 5 sampel yang jumlah mikroorganisme melebihi 100 CFU, dan tidak ada kelompok microbial pathogen yang tercacat.
b) Bakteri 
Selain, jamur bakteri juga merupakan makhluk hidup yang tidak  kasat mata, dan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorasi bagi gedung apabila tumbuh dan berkembang biak pada lingkungan indoor. Gangguan kesehatan yang muncul dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan. Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar serta dapat memberi pengaruh bagi manusia seperti bernafas, batuk, bersin. Selain itu, bakteri juga didapat pada sistem coolong towers(seperti Legionella).  Bahan bangunan dan funiture, wallapaper, dan karpet lantai. Didalam gedung, bakteri tumbuh dalam standing water tempat water spary dan kondensasi AC.

3) Parameter Kimia
a) Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida pada dasarnya bukan merupakan tipe yang mempengaruhi Kontaminan udara dalam ruangan, namun CO2 tetap diukur untuk menilai sistem ventilasi gedung serta mengetahui kontrol yang tepat untuk ventilasi pada ruang yang memiliki aktivitas yang bervariasi dalam rangka investigasi kualias udala dalam ruangan. Konsentrasi karbondioksida dalam atmosfer yang tidak tercemar sekitar 0.03% tetpai 5 % udara yang kita keluarkan adalah karbondioksida, sehingga bila kita berada dalam ruangan  yang ventilasinya kurang baik, menyebabkan kenaikan CO2 dalam ruangan (Pudjiastuti 1998).
Sumber CO2 yang terbanyak berasal dari hasil ekshalasi udara hasil pernapasan manusia, namun Environmental Tobacco Smoke (ETS) juga dapat menjadi sumber CO2. Nila ambang batas CO2 yang diperbolehkan menurut OSHA adalah 500 ppm. Pada dasarnya CO2 tidak menimbulkan efek kesehatan yang berbahaya apabila berada pada konsentrasi di atas 550 ppm namun jika berada pada konsentrasi di atas 800 ppm, CO2 dapat mengindikasikan kurangnya udara segar dan buruknya percampuran udara pada area pengguna gedung. Upaya pengendalian CO2 dalam ruangan adalah dengan menyesuaikan supply udara dalam ruangan tergantung dari tingkat kegunaan ruang yang bervariasu, selain itu sirkulasi udara dalam ruangan dengan luar ruangan juga harus ditingkatkan (Binardi, 2003).


b) Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berbau dan tidak berwarna. Oleh karena itu tidak mungkin untuk melihat, merasakan dan mencium usap asap CO, karbonmonoksida dapat membunuh sebelum kita menyadari keberadaannya disekitar kita. (EPA 1991: Binardi 2003)
Karbon monoksida dibentuk dari hasil pembekalan tidak sempurnah material yang tersusun dari karbon (lebih banyak berbentuk bahan bakar fosil). Karbon monoksida pada udara ruang biasanya berasal dari peralatan-peralatan yang digunakan dan mudah terbakar. Selain itu, karbon monoksida juga dapat berasal dari kendaraan bermotor yang diparkir di bawah tanah atau parkiran tertutup dimana asap dari parker mobil tersebut bisa masuk ke celah bangunan dan melalui sistem ventilasi. Pada rumah tinggal, asap kendaraan bermotor  dari garasi masuk ke dalam tempat tinggal melalui pintu dalam (Pudjiastuti er.al.1998)
CO dapat diukur menggunakan alat aktif dan pasif direct-rading  electrochemical CO monitor dengan nilai ambang batas menurut ACGIH adalah 25 ppm. Efek kesehatan yang ditimbulkan oleh CO yang mengikata Hb adalah hipoksia (kurangnya distribusi oksigen ke jaringan), kelelahan, nausea, sakit kepala, napas pendek. Sedangkan level C0Hb di atas 4-5 % dapat mengakibatkan gejala kardiovaskuler.Pengendalian CO pada udara dalam ruangan antara lain dengan pembatasan merokok, menerapkan sistem ventilasi yang sesuai pada area parkir, dan penempatan udara-udara masuk seperti exhaust pada loading docks, dan area parkir (Binardi 2003).
c) Nitrogen dan Sulfuroksida (Nox dan Sox)
Nitrogen oksida merupakan pencemar. Sekitar 10% pencemar udara setiap tahun adalah nitrogen oksida. NO yang ada diudara belum lama diketahui, kemungkian sumbernya berasal dari pembakaran pada suhu tinggi. Mula-mula terbentuk NO tetapi zat ini akan mengalami oksidasi lebih lanjut  oleh oksigen atau ozon, menghasilkan NO2. Nitrogen oksida yang terdapat dalam udara ambient dapat masuk kedalaman ruangan yang akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruang (Pudjiastuti, 1998).
Sebagian besar oksida nitrogen terbentuk di daerah perkotaan yang paling utama dari senyawa ini adalah NO (nitric oxide). Ada delapan kemungkinan hasil reaksi bila nitrogen bereaksi dengan oksigen yang jumlahnya cukup banyak hanyalah tiga, yaitu N2O, NO dan NO2. Yang berhubungan dengan pencemaran udara adalah NO dan NO2 adalah pemanas dan peralatan masak, pemanas dari minyak  tanah dan asap rokok. Pada konsentrasi di atas  200 ppm, NO2 dapat mengakibatkan acute pulmonary edema sert a acute building-related diseasae, dan kematian (Binardi 2003)
d) Environmental Tobacco Smoke ( ETS )
Sebagai pencemar dalam ruangan, asap rokok (Environmental Tobacco Smoke )merupakan bahan pencemar yang biasanya mempunyai kuantitas paling banyak dibandingkan dengan pencemar lain. Oleh karena itu, ETS merupakan salah satu hal yang sering dikeluhkan pengguna gedung. Asap rokok merupakan campuran yang kompleks dari kimia dan partikel diudara. Zat kimia seperti CO, partikel, nitrogen oksida, CO2, hidrogen sianida, dan formaldehid juga diproduksi oleh asap rokok bersamaan dengan kandungan gas lainnya yang bervariasi. Walaupun asap rokok telah dinetralkan oleh udara ruangan namun produk sampingannya tetap mengandung zat – zat yang beracun dan bersifat karsiogenik yang dapat membahayakan pengguna gedung (Pudjiastuti et.al.1998; Binardi 2003)
e) Fiber
Beberapa studi menunjukan bahwa pajanan fiber glass dapat meningkatkan risiko kanker saluran pernafasan, meskipun bukan faktor signifikan. Disamping efek kronis, efek akut seperti ruam wajah, gatal –gatal, iritasi mata dan pernafasan juga dapat disebabkan oleh pajanan fiber glass. Pengendalian pajanan ini dapat dimulai dari pemeliharaan instalasi fiber glass, seperti pembersihan bahan – bahan fiber glass agar tetap terawat dan berada dalam kondisi bagus. Nilai ambang batas pajanan dilingkungan menurut ACGIH adalah 1 fiber/cc atau 5 mg/m3 udara.
f) Ozon (O3) 
Peralatan kerja yang dapat mengeluarkan ozon antara lain; printer lazer, lampu UV, mesin photo copy dan ioniser. Ozon merupakan gas yang sangat beracun dan mempunyai efek pada konsentrasi rendah. Ozondapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Ozon merupakan gas yang sangat mudah bereaksi namun hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada lingkungan udara dalam ruang kerja.
Hal ini yang dapat dilakukan adalah pengadaan ventilasi yang memadai dan pengeceka sistem ventilasi secara teratur, National Ambient Air Quality Standart menetapkan bahwa nilai ambang batas pajanan ozon adalah 0,12 ppmdalam rata – rata 1 jam pajanan. 
g) Formaldehyde ( HCHO)
Formaldehyde digunakan secara besar-besaran dalam berbagai proses industri, merupakan volatile organic compounds ( senyawa organik yang mudah menguap) yang sering terdapat pada bahan perekat, tekstil, kertas maupun produk – produk tekstil dan kosmetik. Pada dosis atau pajanan yang melebihi nilai 103 ppm akan menyebabkan iritasi selaput lendir, gangguan kulit kering secara kronik maupun akut. Selain itu, pajanan yang melebihi nilai 1 ppm akan menyebabkan pajanan kronis dan diduga bersifat karsiogenik.
OSHA menetapkan batas aman pajanan 8 jam untuk lingkungan kerja adalah 0,75 ppm, sedangkan untuk pajanan singkat adalag 2 ppm, sedangkan ASHRAE dan Swdish mengambil batas pajanan adalah 0,1 ppm. Pengendalian bagi zat ini diantaranya adalah dengan pemilihan bahan banguna yang rendah formaldehyde, peninkatan kualitas ventilasi pada saat penggunaan produk formaldehyde baru, dan pengendalian suhu dan kelembaban (BiNardi, 2003).

h) Radon
Dipasaran beredar beberapa jenis bahan bangunan yang terbuat dari bahan tambang maupun sisa pengolahan bahan tambang maupun sisa pengolahan bahan tambang yang berkadar radioaktif tinggi. Beberapa bahan tersebut antara lain asbes, garnit, italian tuff, gipsum, batu bata dari limbah pabrik alumunia, cone block, yang terbuat dari limbah abu batubara, acrated concrete, blast-furnace slag dari limbah pabrik besi, mengandung konsentrasi tinggi radium 226 yang dapat menjadi sumber migrasi radon di didalam ruangan ( Pudjiastutu et.al. 1998 ).
i) VOC lain
Gas gas VOC lain dapat timbul dari penggunaan bahan-bahan personal care, bahan pembersih, pestisida, dan produk-produk yang terbuat dari bahan kayu. Selain, itu mikroorganisme juga dapat mengeluarkan VOC ( microbal volatile organik compounds) yang biasanya timbul dari bau pengap dan jamur. Berbagai jenis VOC seperti benzene diketahui bersifat karsiogenik, jika digunakan dalam jumlah yang sangat besar pada proses industri. VOC lainnya seperti karbon tetrachloride, chloroform) berdasarkan hasil laboratorium juga bersifat karsinogen pada hewan, tetapi belum ada bukti langsung tentang pengaruh yang sama pada mannusia. Masuknya VOC ke dalam tubuh dengan caa inhalasi atau terserap dalam pembuluh darah. Pada umumnya bersifat neurotix. Pada level pajanan yang melewati ambang batas menyebabkan gangguan sistem saraf sentral, vertigo, gangguan penglihatan, tremor, fatiguc, anorexia. 
Tidak ada standart tertentu untuk total VOC, karena setiap VOC memiliki standart TLV masing-masing. Rata – rata hasil pengukuran VOC pada kualitas udara dalam ruangan masih di bawah nilai ambang batas. Pegendalian yang paling memungkinkan adalah menyediakan sistem ventilasi yang memadai, peningkatan kecepatan ventilasi agar VOC dapat cepat menguap, dan penyimpanan bahan – bahan kimia baik (BiNArdi 2003)


D. PENGENDALIAN KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN
Menurut Tilman (2007) pengendalian maslah IAQ terutama terletak pada desain gedung, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah seperti :
a. Pemilihan material gedung dengan tingkat emisi rendah, termasuk peraltan, dan furniture 
b. Memastikan sistem ventasali sesuai dengan standart yang ada (menggunakan metode terbaru dari sistem ventilasi mekanik jika mnggunakan,hybrid ventilation )
c. Mempunyai perancanaan untuk operasi dan pemeliharaan gedung
d. Penokumentasian untuk setiap kegiatan pemeliharaan gedung termasuk sistem HVAC sebagai perbaikan di massa yang akan datang.
Selain itu, perlu dilakukan pengambilan sampel udara secara berkala serta menganalisis dan membandingkannya dengan standart yang digunakan untuk menilai kualitas udara yang ada di dalam ruangan sehingga tidak membahayakan bagi penggunannya

DAFTAR PUSTKA
Aditama,  Tjandra  Y.  (1992)  : Polusi  Udara  dan  Kesehatan ,  Jakarta : Arcan Susanna, D. et al. 1998.  Kesehatan dan Lingkungan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 
Chandra,Y. 1992. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan. 
Environmental Protection Agency.  Indoor Air Facts No. 4 (revised) Sick Building Syndrome (SBS). Environmental Protection Agency, United States. (online) http://www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html. 2007.
Baechler, et al. 1991, Scik Building Syndrome : Sources, Health Dffects, Mitigation, Noyes Data Corporation, New Jersey.
Burroughs, et al. 2004, Managing Indoor Air Quality. 3th edn, Fairmont Press, Inc, United States of America.
EPA.1997, : “ An Office Building Occupant’s Guide to Indoor Air Quality”, www.epa.gov/iaq/pubs/occupgd.html. Office of Air and Radiation (OAR), indoor Environments Division (6609J) Wangshington, DC 20460.
Pujiastuti, Lily 1998, Kualitas Udara Dalam Ruang, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

-
thank you

Makalah Indoor Air Quality

INDOOR AIR QUALITY

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perwujudan kualitas lingkungan yang sehat merupakan bagian pokok di bidang kesehatan. Udara sebagai komponen lingkungan yang penting dalam kehidupan perlu dipelihara dan ditingkatkan kualitasnya sehingga dapat memberikan daya dukungan bagi mahluk hidup untuk hidup secara optimal. Pencemaran udara dewasa ini semakin menampakkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Sumber pencemaran udara dapatberasal dari berbagai kegiatan antara lain industri, transportasi, perkantoran, dan perumahan. Berbagai kegiatan tersebutmerupakan kontribusi terbesar dari pencemar udara yang dibuang ke udara bebas. Sumber pencemaran udara juga dapatdisebabkan oleh berbagai kegiatan alam, seperti kebakaran hutan, gunung meletus, gas alam beracun, dll. Dampak daripencemaran udara tersebut adalah menyebabkan penurunan kualitas udara, yang berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.
Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius, hal ini pula menjadi kebijakan Pembangunan Kesehatan Indonesia 2010 dimana program pengendalian pencemaran udara merupakan salah satu dari sepuluh program unggulan. Pertumbuhan pembangunan seperti industri, transportasi, dll disamping memberikan dampak positif namun disisi lain akan memberikan dampak negatif dimana salah satunya berupa pencemaran udara dan kebisingan baik yang terjadi didalam ruangan (indoor) maupun di luar ruangan (outdoor) yang dapat membahayakan kesehatan manusia dan terjadinya penularan penyakit.
Diperkirakan pencemaran udara dan kebisingan akibat kegiatan industri dan kendaraan bermotor akan meningkat 2 kali pada tahun 2000 dari kondisi tahun 1990 dan 10 kali pada tahun 2020. Hasil studi yang dilakukan oleh Ditjen PPM & PL, tahun 1999 pada pusat keramaian di 3 kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta dan Semarang menunjukkan gambaran sebagai berikut : kadar debu (SPM) 280 ug/m3, kadar SO2 sebesar 0,76 ppm, dan kadar NOx sebesar 0,50 ppm, dimana angka tersebut telah melebihi nilai ambang batas/standar kualitas udara.
Udara, sebagai salah satu komponen lingkungan merupakan kebutuhan yang paling utama untuk mempertahankan kehidupan. Metabolisme dalam tubuh makhluk hidup tidak mungkin dapat berlangsung tanpa oksigen yang berasal dari udara. Selain oksigen terdapat zat-zat lain yang terkandung di udara, yaitu karbon monoksida, karbon dioksida, formaldehid, jamur, virus, dan sebagainya. Zat-zat tersebut jika masih berada dalam batas-batas tertentu masih dapat dinetralisasi, tetapi jika sudah melampaui ambang batas maka proses netralisasi akan terganggu. Peningkatan konsentrasi zat-zat di dalam udara tersebut dapat disebabkan oleh aktivitas manusia.
Udara dapat dikelompokkan menjadi, udara luar ruangan (outdoor air) dan udara dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara dalam ruang sangat mempengaruhi kesehatan manusia karena hampir 90% hidup manusia berada dalam ruangan (Susanna, 1998 ). Sebanyak 400 sampai 500 juta orang khususnya di negara yang sedang berkembang sedang berhadapan dengan masalah polusi udara dalam ruangan (Chandra, 1992) . Di Amerika, isu polusi udara dalam ruang ini mencuat ketika EPA pada tahun 1989 mengumumkan studi polusi udara dalam ruangan lebih berat daripada di luar ruangan. Polusi jenis ini bahkan bisa menurunkan produktivitas kerja hingga senilai US $10 milyar (www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html. 2007). 
B. RUMUSAN MASALAH
1. Definisi dari kualitas udara di dalam ruangan?
2. Elemen – elemen apa aja yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan?
3. Apa aja parameter kualitas udara dalam ruangan?
4. Bagaimana cara pengendalian kualitas udara dalam ruangan?

C. TUJUAN
1. Mahasiswa mampu memahami definisi dari kualitas udara di dalam ruangan.
2. Mahasiswa mampu memahami elemen – elemen yang mempengaruhi kualitas udara dalam ruangan.
3. Mahasiswa mampu mengetahui tentang parameter kulaitas udara dalam ruangan.
4. Mahasiswa mampu memahami dan meimplementasikan cara pengendalian kualitas udara dalam ruangan.


                                                                            BAB II
TINJAUAN TEORI

A. DEFINISI UDARA DALAM RUAGAN
Menurut NHMRC (1989,1993), udara dalam ruangan adalalah udara didalam area kerja dimana orang menghabiskan waktu selama 1 hari atau lebih dan bukan merupakan gedung industri. Yang termasuk area tersebut antara lain tempat penghuni (rumah(, kantor, rumag dan rumah sakit. Sedangkan pengertian kualitas udara dalam ruangan menurut EPA (1991) adalah hasil interaksi antara tempat, suhu, sistem gedung (baik desain asi maupun modifikasi terhadap struktur dan sistem mekanik), teknik kontruksi, sumber kontaminan (material, peralatan gedung serta sumber dari luar) dan pekerja.

B.ELEMEN – ELEMEN YANG MEMPENGARUHI KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN
Terdapat empat elemen yang mempengaruhi kualitas dalam ruangan menurut EPA & NIOSH (1991) dan Pudjiastuti (1998) yaitu sumber kontaminan udara dalam ruangan sistem HVAC (fungsi sistem HVAC dalam mengendalikan kontaminan udara dan kenyamanan thermal pengguna gedung), jalur kontaminan, dan pengguna gedung (keaneragaman penghuni bangunan).
1. Sumber Kontaminan Udara Dalam Ruangan 
Berikut adalah beberapa  sumber kontaminan dalam udara menurut EPA (1991) :
a. Sumber dari luar bangunan yang terdiri dari :
1) Udara luar bangunan yang terkontaminasi debu, spons jamur, kontaminasi industri dan gas buangan kendaraan.
2) Emisi dari sumber di sekitar bangunan seperti gas buangan dari kendaraan pada area sekitar atau area parkir, temapt bingkar muat barang, bau dari tempat pembuangan sampah, udara buangan yang berasal dari gedung itu senduru atau gedung sebelahnya yang dimasukkan kembali, kotoran disekitar intake  udara luar bangunan.
3) Soil gas seperti radon, kebocoran gas dari bahan yang disimpan di bawah tanah, kontaminan yang berasal dari penggunaan lahan sebelumnya dan pestisida.
4) Kelembaban atau rembesan air yang memicu perkembangan mikroba.
b. Peralatan, yang terdiri dari :
1) Peralatan HVAC seperti debu atau kotoran pada saluran atau komponen lain, pertumbuhan mikroba pada humidifier, saluran, coil, penggunaan biosida, penggunaan produk pembersih yang tidak sesuai ketentuan, sistem ventilasi yang kurang baik, alat pendingin (refrigerator) yang bocor.
2) Peralatan non-HVAC seperti emisi peralatan kantor (VOCs, ozon), suplai )pelarut, toner, ammonia), emisi dari toko, laboratorium, proses pembersihan, mesin penggerak elevator dan sistem mekanik lainya.
c. Kegiatan manusia, yang terdiri dari :
1) Kegiatan personal seperti merokok, memasak, aroma kosmetik, dan bau badan
2) Kegiatan housekeeping seperti bahan pembersih, emisi dari gudang penyimpanan bahan suplai atau sampah, penggunaan pengharum, debu atau kotoran dari menyapu 
3) Kegiatan pemeliharaan seperti mokroorganisme dalam uap air akibat kurangnya pemeliharaan colling tower, debu atau kotoran udara, VOCs dari penggunaan perekat dan cat, pestisida dari kegiatan pengendalian hama, emisi dari gudang penyimpanan.
d. Komponen bangunan dan peralatan interior, yang terdiri dari :
1) lokasi yang menghasilkan debu atau serat seperti permukaan yang dilapisi (penggunaan karpet, tirai, dan bahan tekstil lainnya), peralatan interior yang sudah tua dan rusak bahan yang mengandung asbestos
2) Bahan kimia dari komponen bangunan atau peralatan interior seperti VOCs dan senyawa anorganik.
e. Sumber lainnya, yang terdiri dari :
1) Kejadian kecelakaan seperti tumpahan cairan, pertumbuhan mikroba akibat banjir, kebocoran atap pipa, kerusakan akibat kebakaran
2) Penggunaan area secara khusus seperti area asap merokok, ruang print, laboratorium, penyiapan makanan
3) Redecorating, remodeling, repair activities seperti emisi dari peraltan interior yang baru, bau dari uap organik maupun anorganik dari cat atau bahan perekat.
2. Desain dan Pengoperasian Sistem HVAC
Sistem HVAC merupakan sistem alat yang bekerja untuk menghangatkan, mengdinginkan, dan mensirkulasi udara pada suatu banguan yang terdiri dari boiler  atau  furnace, coolling tower, chilling, air handling unit (AHU), exhaust fan, ductwork, steam, filter, fans (supply udara, make up-air, exhaust ruangan), dampers, room air diffuser, dan return air grills. Komponen sistem HVAC pada umumnya terdiri dari pemasukan udara dari luar ruangan, pencampuran air plenum dengan kontrol udara outdoor, penyaringan udara, pemanasan dan gulungan pendingin, proses pelembaban dan tau pengurangan kelembaban.
Berdasarkan Building Code of Australia (2005( dan EPA (1991), suatu desain dan sistem HVAC berfungsi untuk :
1) Memenuhi kebutuhan thermal compfort 
Sejumlah variabel seperti tingkat aktifitas, pemerataan suhu, peningkatan atau pengurangan panas radiasi, dan kelembaban dapat berinteraksi dan mempengaruhi kenyamanan para pengguan gedung akan suhu udara indoor. Faktor individu yang juga terlibat dalam pemerimaan thermal compfort atau kenyamanan termal antara lain tingkat usia, aktifitas, dan fisiologi dari masing – masing orang.
2) Memenuhi kebutuhan pengguna gedung
Sebagian besar Air Handling Unit (AHU) bekerja untuk mendistribusikan campuran udara luar dengan udara dalam ruangan yang diresirkulasi. Ada juga sistem HVAC yang menggunakan 100% udara luar atau hanya mensirkulasikan udara dalam ruangan saja. Kenyamanan thermal dan kebutuhan ventilasi dicapai dengan mensuplai udara yang telah dikondisikan (campuran udara luar dengan udara yang telah diresirkulasikan dari dalam ruangan yang telah di saring, dipanaskan atau didinginkan, atau terkadang dilembabkan serta dikurangi kelembabannya)
3) Mengisolasi serta memindahkan bau serta kontaminan
Salah satu teknik pengendalian bau dan kontaminan adalah dengan teknik dilusi, yaitu mengencerkan idara terkontminasi tersebuut dengan udara yang berasal dari luar ruangan. Dilusi dapat efektif bila terdapat aliran suplai udara konsisten dan cukup untuk mencampur dengan udara dalam ruangan. 

C. PARAMETER KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN 
1) Parameter Fisik
a) Particulate Matter 
Debu partikulat merupakan salah satu polutan  yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara ( suspended particulate matter/spm) dengan ukuran satu mikron samapai dengan 500 mikron.Dalam kasus pecemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indor dan outdoor pollutan) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukkan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.Partikel debu akan ada di udara dalam waktu yang relatif lama dengan keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan.Selain dapat  membahayakan terhadap kesehatan juga dapat menggangu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif berbeda.(Pudjiastuti al.1998; Farmer 1997)
b) Suhu
Definisi suhu yang nyaman (thermal comfort) menurut ASHRAE adalah suatu kondisi yang dirasakan dan menunjukkan kepuasam terhadap suhu yang ada di lingkungan.Untuk pekerja kantor dimana  pekerjaan yang berulang-ulang selama beberapa jam,aktivitas personal,pakaian,tingkat kebugaran,dan pergerakan  udara merupakan faktor yang cukup berpengaruh terhadap persepsi seseorang terhadap kenyamanan suhu.Sedangkan kelembapan aktif juga turut  berpengaruh terhadap suhu dimana kelembaban yang rendah akan membuat suhu semakin dingin dan begitu juga sebaliknya.(BiNardi 2003)
Hasil dar Northen European Studies bahwa ada hubungan antara peningkatan temperatur sekitar 230c,kepadatan penghuni dan ventilasi terhadap gejala-gejala ketidak nyamanan dalam ruangan.Menurut Kepmenkes No.1405 tahun 2002,agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan ,bila suhu > 280c perlu menggunakan alat penetralan udara seperti Air Conditioner (AC),kipas angin.Bila suhu udara luar <180c perlu menggunakan alat pemanasan ruang.
c) Kelembaban Relatif (Relative Humadity /RH)
Kelembaban udara yang ekstrim dapat berkaitan dengan buruknya kualitas udara .RH yang rendah dapat mengakibatkan terjadinya gejala SBS seperti iritasi mata,iritasi tenggorokan dan batuk-batuk .Selain itu rendahnya kelembaban relatif juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit infeksi ,serta penyakit asthma.RH juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelangsungan hidup mikroorganisme.Beberapa jenis virus hidup pada tingkat kelembababan yang sedang.Sedangkan bakteri seperti legionella hidup pada range kelembaban yang terbatas yaitu sekitar 55%-65% dan bertahan dalam bentuk aerosol ( bioaerosol).Selain itu kelangsungan hidup mikroorganisme dan debu rumah yang terdapat pada permukaan akan meningkat pada RH 60 % dan dapat menyebabakan gangguan pernafasan seperti astma.Pada tingkat  kelembaban yang rendah ,permukaan yang menjadi dingin dapat mempercepatan pertumbuhan jamur dan penggumpulan debu.(BiNardi 2003)
Menurut SK Gubernur No.54 tahun 2008 tahun 2002,agar ruang kerja perkantoran memenuhi persyaratan ,bila kelembaban udara ruang . 60 % perlu menggunakan alat dehumidifier,dan bila < 40 % perlu menggunakan humidifer misalnya mesin pembentikan aerasol.
d) Pencahayaan
Cahaya merupakan pencaran gelombang elektromagnetik yang melayang melewati udara,iluminasi mrupakan jumlah atau kualitas cahaya yang jatuh kesuatu permukaan.Apabila suatu gedung tingkat ilmunasinya tidak memenuhi syarat maka dapat menyebabkan kelelahan mata. ( Spengler et al.2000)
e) Kecepatan Aliran Udara
Pergerakan udara yang tinggi akan mengakibatkan menurunnya suhu tubuh dan menyebabkan tubuh mersakan suhu yang yang lebih rendah.Namun apabila kecepatan aliran udara stagnan ( minimal air movement) dapat membuat terasa sesak dan buruknya kualiatas udara ( BiNardi 2003)
f) Bau
Bau merupakana salah satu permsalaha buruknya kualitas udara yang dapat dirasakan dengan jelas.jenis bau dapat berasal dari tubuh manusia,bau asap rokok,bau masakan,dan sebagainya.Selain itu bau zat kimia yang khas juga dapat mengindikasikan konsentrasi zat kimia yang tinggi seperyti bau formaldehyde,acrolein,formid acid,acetic,acid dan acetone.Untuk polutan lain,nilai ambang bau yang baik adalah apabila pada konsentrasi tertentu menimbulkan gangguan kesehatan serta mempengaruhi psikologis seseorang.(BiNardi 2003)
g)  Kebisingan 
Menurut Kepmen No.48 tahun 1996,kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan ganguan kesehatan manusia dan kenyamanan limgkungan .Kebisingan dapat berasal dari mesin-mesin industri ,alat perkantoran yang menimbulkan bunyi yang cukup tinggi dan lain-lain.


2) Parameter Biologi 
Mikrooragbisme dapat muncul dalam waktu dan tempat yang berbeda.penyebaran lewat udara, mikroorganisme harus mempunyai habitt untuk tumbuh dan berkembang biak (tillman, 2007). Seringkali ditemui tumbuh pada sistem ventilaasi atau karpet yang terkontaminasi.
a) Jamur 
Menurut Hargreaves dan Parappukkaran (1999) menyatakan bahwa pajajan terhadap khamir dan kapang terjadi setiap hari, namun ada 3 faktor yang mempengaruhi populasi fungi adalah teknik konstruksi yang buruk, kegagalan dalam mengidentifikasi atau memperbaiki kerusakan air, kesalahan dalam mengoperasikan dan menjaga sistem AC.
ACGIH 1989 merekomendasikan inspeksi secara rutin bagi sumber yang berpotensi terhadap tumbuhnya mikroorganisme. Fungi merupakan organnisme yang dipercaya memiliki keterkaitan erat dengan SBS pada sistem ventilasi mekanik di gedung perkantoran di kota Sydney. Dalam penelitian sampel udara untuk mengetahui kandungan mikroorganisme dalam suatu gedung, dibutuhkan metode yang terstandarisasi. Rekomendasi yang terbaik bagi gedung adalah tidak ada satupun sampel yang melebihi 1000 CFU, tidak lebih dari 5 sampel yang jumlah mikroorganisme melebihi 100 CFU, dan tidak ada kelompok microbial pathogen yang tercacat.
b) Bakteri 
Selain, jamur bakteri juga merupakan makhluk hidup yang tidak  kasat mata, dan dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan serta efek deteriorasi bagi gedung apabila tumbuh dan berkembang biak pada lingkungan indoor. Gangguan kesehatan yang muncul dapat bervariasi tergantung dari jenis dan rute pajanan. Bakteri dalam gedung datang dari sumber luar serta dapat memberi pengaruh bagi manusia seperti bernafas, batuk, bersin. Selain itu, bakteri juga didapat pada sistem coolong towers(seperti Legionella).  Bahan bangunan dan funiture, wallapaper, dan karpet lantai. Didalam gedung, bakteri tumbuh dalam standing water tempat water spary dan kondensasi AC.

3) Parameter Kimia
a) Karbon Dioksida (CO2)
Karbon dioksida pada dasarnya bukan merupakan tipe yang mempengaruhi Kontaminan udara dalam ruangan, namun CO2 tetap diukur untuk menilai sistem ventilasi gedung serta mengetahui kontrol yang tepat untuk ventilasi pada ruang yang memiliki aktivitas yang bervariasi dalam rangka investigasi kualias udala dalam ruangan. Konsentrasi karbondioksida dalam atmosfer yang tidak tercemar sekitar 0.03% tetpai 5 % udara yang kita keluarkan adalah karbondioksida, sehingga bila kita berada dalam ruangan  yang ventilasinya kurang baik, menyebabkan kenaikan CO2 dalam ruangan (Pudjiastuti 1998).
Sumber CO2 yang terbanyak berasal dari hasil ekshalasi udara hasil pernapasan manusia, namun Environmental Tobacco Smoke (ETS) juga dapat menjadi sumber CO2. Nila ambang batas CO2 yang diperbolehkan menurut OSHA adalah 500 ppm. Pada dasarnya CO2 tidak menimbulkan efek kesehatan yang berbahaya apabila berada pada konsentrasi di atas 550 ppm namun jika berada pada konsentrasi di atas 800 ppm, CO2 dapat mengindikasikan kurangnya udara segar dan buruknya percampuran udara pada area pengguna gedung. Upaya pengendalian CO2 dalam ruangan adalah dengan menyesuaikan supply udara dalam ruangan tergantung dari tingkat kegunaan ruang yang bervariasu, selain itu sirkulasi udara dalam ruangan dengan luar ruangan juga harus ditingkatkan (Binardi, 2003).


b) Karbon Monoksida (CO)
Karbon monoksida merupakan gas beracun yang tidak berbau dan tidak berwarna. Oleh karena itu tidak mungkin untuk melihat, merasakan dan mencium usap asap CO, karbonmonoksida dapat membunuh sebelum kita menyadari keberadaannya disekitar kita. (EPA 1991: Binardi 2003)
Karbon monoksida dibentuk dari hasil pembekalan tidak sempurnah material yang tersusun dari karbon (lebih banyak berbentuk bahan bakar fosil). Karbon monoksida pada udara ruang biasanya berasal dari peralatan-peralatan yang digunakan dan mudah terbakar. Selain itu, karbon monoksida juga dapat berasal dari kendaraan bermotor yang diparkir di bawah tanah atau parkiran tertutup dimana asap dari parker mobil tersebut bisa masuk ke celah bangunan dan melalui sistem ventilasi. Pada rumah tinggal, asap kendaraan bermotor  dari garasi masuk ke dalam tempat tinggal melalui pintu dalam (Pudjiastuti er.al.1998)
CO dapat diukur menggunakan alat aktif dan pasif direct-rading  electrochemical CO monitor dengan nilai ambang batas menurut ACGIH adalah 25 ppm. Efek kesehatan yang ditimbulkan oleh CO yang mengikata Hb adalah hipoksia (kurangnya distribusi oksigen ke jaringan), kelelahan, nausea, sakit kepala, napas pendek. Sedangkan level C0Hb di atas 4-5 % dapat mengakibatkan gejala kardiovaskuler.Pengendalian CO pada udara dalam ruangan antara lain dengan pembatasan merokok, menerapkan sistem ventilasi yang sesuai pada area parkir, dan penempatan udara-udara masuk seperti exhaust pada loading docks, dan area parkir (Binardi 2003).
c) Nitrogen dan Sulfuroksida (Nox dan Sox)
Nitrogen oksida merupakan pencemar. Sekitar 10% pencemar udara setiap tahun adalah nitrogen oksida. NO yang ada diudara belum lama diketahui, kemungkian sumbernya berasal dari pembakaran pada suhu tinggi. Mula-mula terbentuk NO tetapi zat ini akan mengalami oksidasi lebih lanjut  oleh oksigen atau ozon, menghasilkan NO2. Nitrogen oksida yang terdapat dalam udara ambient dapat masuk kedalaman ruangan yang akan mempengaruhi kualitas udara dalam ruang (Pudjiastuti, 1998).
Sebagian besar oksida nitrogen terbentuk di daerah perkotaan yang paling utama dari senyawa ini adalah NO (nitric oxide). Ada delapan kemungkinan hasil reaksi bila nitrogen bereaksi dengan oksigen yang jumlahnya cukup banyak hanyalah tiga, yaitu N2O, NO dan NO2. Yang berhubungan dengan pencemaran udara adalah NO dan NO2 adalah pemanas dan peralatan masak, pemanas dari minyak  tanah dan asap rokok. Pada konsentrasi di atas  200 ppm, NO2 dapat mengakibatkan acute pulmonary edema sert a acute building-related diseasae, dan kematian (Binardi 2003)
d) Environmental Tobacco Smoke ( ETS )
Sebagai pencemar dalam ruangan, asap rokok (Environmental Tobacco Smoke )merupakan bahan pencemar yang biasanya mempunyai kuantitas paling banyak dibandingkan dengan pencemar lain. Oleh karena itu, ETS merupakan salah satu hal yang sering dikeluhkan pengguna gedung. Asap rokok merupakan campuran yang kompleks dari kimia dan partikel diudara. Zat kimia seperti CO, partikel, nitrogen oksida, CO2, hidrogen sianida, dan formaldehid juga diproduksi oleh asap rokok bersamaan dengan kandungan gas lainnya yang bervariasi. Walaupun asap rokok telah dinetralkan oleh udara ruangan namun produk sampingannya tetap mengandung zat – zat yang beracun dan bersifat karsiogenik yang dapat membahayakan pengguna gedung (Pudjiastuti et.al.1998; Binardi 2003)
e) Fiber
Beberapa studi menunjukan bahwa pajanan fiber glass dapat meningkatkan risiko kanker saluran pernafasan, meskipun bukan faktor signifikan. Disamping efek kronis, efek akut seperti ruam wajah, gatal –gatal, iritasi mata dan pernafasan juga dapat disebabkan oleh pajanan fiber glass. Pengendalian pajanan ini dapat dimulai dari pemeliharaan instalasi fiber glass, seperti pembersihan bahan – bahan fiber glass agar tetap terawat dan berada dalam kondisi bagus. Nilai ambang batas pajanan dilingkungan menurut ACGIH adalah 1 fiber/cc atau 5 mg/m3 udara.
f) Ozon (O3) 
Peralatan kerja yang dapat mengeluarkan ozon antara lain; printer lazer, lampu UV, mesin photo copy dan ioniser. Ozon merupakan gas yang sangat beracun dan mempunyai efek pada konsentrasi rendah. Ozondapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Ozon merupakan gas yang sangat mudah bereaksi namun hanya mempunyai pengaruh yang kecil pada lingkungan udara dalam ruang kerja.
Hal ini yang dapat dilakukan adalah pengadaan ventilasi yang memadai dan pengeceka sistem ventilasi secara teratur, National Ambient Air Quality Standart menetapkan bahwa nilai ambang batas pajanan ozon adalah 0,12 ppmdalam rata – rata 1 jam pajanan. 
g) Formaldehyde ( HCHO)
Formaldehyde digunakan secara besar-besaran dalam berbagai proses industri, merupakan volatile organic compounds ( senyawa organik yang mudah menguap) yang sering terdapat pada bahan perekat, tekstil, kertas maupun produk – produk tekstil dan kosmetik. Pada dosis atau pajanan yang melebihi nilai 103 ppm akan menyebabkan iritasi selaput lendir, gangguan kulit kering secara kronik maupun akut. Selain itu, pajanan yang melebihi nilai 1 ppm akan menyebabkan pajanan kronis dan diduga bersifat karsiogenik.
OSHA menetapkan batas aman pajanan 8 jam untuk lingkungan kerja adalah 0,75 ppm, sedangkan untuk pajanan singkat adalag 2 ppm, sedangkan ASHRAE dan Swdish mengambil batas pajanan adalah 0,1 ppm. Pengendalian bagi zat ini diantaranya adalah dengan pemilihan bahan banguna yang rendah formaldehyde, peninkatan kualitas ventilasi pada saat penggunaan produk formaldehyde baru, dan pengendalian suhu dan kelembaban (BiNardi, 2003).

h) Radon
Dipasaran beredar beberapa jenis bahan bangunan yang terbuat dari bahan tambang maupun sisa pengolahan bahan tambang maupun sisa pengolahan bahan tambang yang berkadar radioaktif tinggi. Beberapa bahan tersebut antara lain asbes, garnit, italian tuff, gipsum, batu bata dari limbah pabrik alumunia, cone block, yang terbuat dari limbah abu batubara, acrated concrete, blast-furnace slag dari limbah pabrik besi, mengandung konsentrasi tinggi radium 226 yang dapat menjadi sumber migrasi radon di didalam ruangan ( Pudjiastutu et.al. 1998 ).
i) VOC lain
Gas gas VOC lain dapat timbul dari penggunaan bahan-bahan personal care, bahan pembersih, pestisida, dan produk-produk yang terbuat dari bahan kayu. Selain, itu mikroorganisme juga dapat mengeluarkan VOC ( microbal volatile organik compounds) yang biasanya timbul dari bau pengap dan jamur. Berbagai jenis VOC seperti benzene diketahui bersifat karsiogenik, jika digunakan dalam jumlah yang sangat besar pada proses industri. VOC lainnya seperti karbon tetrachloride, chloroform) berdasarkan hasil laboratorium juga bersifat karsinogen pada hewan, tetapi belum ada bukti langsung tentang pengaruh yang sama pada mannusia. Masuknya VOC ke dalam tubuh dengan caa inhalasi atau terserap dalam pembuluh darah. Pada umumnya bersifat neurotix. Pada level pajanan yang melewati ambang batas menyebabkan gangguan sistem saraf sentral, vertigo, gangguan penglihatan, tremor, fatiguc, anorexia. 
Tidak ada standart tertentu untuk total VOC, karena setiap VOC memiliki standart TLV masing-masing. Rata – rata hasil pengukuran VOC pada kualitas udara dalam ruangan masih di bawah nilai ambang batas. Pegendalian yang paling memungkinkan adalah menyediakan sistem ventilasi yang memadai, peningkatan kecepatan ventilasi agar VOC dapat cepat menguap, dan penyimpanan bahan – bahan kimia baik (BiNArdi 2003)

D. PENGENDALIAN KUALITAS UDARA DALAM RUANGAN
Menurut Tilman (2007) pengendalian maslah IAQ terutama terletak pada desain gedung, untuk itu perlu dilakukan langkah-langkah seperti :
a. Pemilihan material gedung dengan tingkat emisi rendah, termasuk peraltan, dan furniture 
b. Memastikan sistem ventasali sesuai dengan standart yang ada (menggunakan metode terbaru dari sistem ventilasi mekanik jika mnggunakan,hybrid ventilation )
c. Mempunyai perancanaan untuk operasi dan pemeliharaan gedung
d. Penokumentasian untuk setiap kegiatan pemeliharaan gedung termasuk sistem HVAC sebagai perbaikan di massa yang akan datang.
Selain itu, perlu dilakukan pengambilan sampel udara secara berkala serta menganalisis dan membandingkannya dengan standart yang digunakan untuk menilai kualitas udara yang ada di dalam ruangan sehingga tidak membahayakan bagi penggunannya

DAFTAR PUSTKA
Aditama,  Tjandra  Y.  (1992)  : Polusi  Udara  dan  Kesehatan ,  Jakarta : Arcan Susanna, D. et al. 1998.  Kesehatan dan Lingkungan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 
Chandra,Y. 1992. Polusi Udara dan Kesehatan. Jakarta: Arcan. 
Environmental Protection Agency.  Indoor Air Facts No. 4 (revised) Sick Building Syndrome (SBS). Environmental Protection Agency, United States. (online) http://www.epa.gov/iaq/pubs/sbs.html. 2007.
Baechler, et al. 1991, Scik Building Syndrome : Sources, Health Dffects, Mitigation, Noyes Data Corporation, New Jersey.
Burroughs, et al. 2004, Managing Indoor Air Quality. 3th edn, Fairmont Press, Inc, United States of America.
EPA.1997, : “ An Office Building Occupant’s Guide to Indoor Air Quality”, www.epa.gov/iaq/pubs/occupgd.html. Office of Air and Radiation (OAR), indoor Environments Division (6609J) Wangshington, DC 20460.
Pujiastuti, Lily 1998, Kualitas Udara Dalam Ruang, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

-
thank you
Next Previous Home
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...